Anakku...
Dikala aku sudah tua nanti, Janganlah kamu memarahiku karena aku tidak bisa mengurus diriku seperti aku mengurus dirimu di waktu masih kecil.
Dikala aku tidak bisa memakai pakaianku sendiri, maka janganlah kamu memarahiku.
Ingatlah ketika aku mengajarimu memakai baju diwaktu kamu masih kecil.

Anakku...
Janganlah kamu merasa Jengkel ketika aku menanyakan hal yang sama berulang kembali.
Ingatlah aku ketika membacakan cerita sampai dirimu terlelap tidur, aku selalu membacakannya berulang.

Anakku yang kusayang...
Sabarlah ketika aku sudah tak mampu berjalan lagi.
Ingatlah ketika aku mengajarimu berjalan ketika kamu masi kecil.

Anakku...
Janganlah kamu merasa malu ketika aku sudah tak mampu membersihkan kotoranku sendiri.
Ingatlah dikala diriku membersihkan kotoranmu di waktu kamu masih kecil.

Anakku...
Bersabarlah ketika aku membangunkanmu ditengah malam saat dirimu terlelap tidur.
Ingatlah dikala aku terbangun ditengah malam karena mendengar tangisanmu.

Anakku yang kucintai...
Janganlah kamu membentakku ketika aku sudah mulai pikun karena umurku yang mulai bertambah.
Ingatlah dikala aku mengingatkanmu akan segala sesuatu yang tidak kamu ketahui.

Anakku yang kurindukan...
Janganlah kamu merasa bosan ketika aku menyuruhmu untuk menjengukku.
Ingatlah ketika kamu selalu memintaku untuk menemanimu.

Anakku...
Janganlah kamu melarangku untuk berbuat sesuatu yang aku suka.
Ingaatlah ketika aku membiarkanmu melakukan semua keinginanmu.

Anakku yang kusayang...
Dikala aku sudah sangat tua, ketika penyakit telah menggerogotiku, janganlah kamu mengeluh saat merawatku.
Ingatlah ketika aku merawatmu ketika dirimu sakit.

Anakku...
Dikala rambutku sudah mulai memutih, janganlah kamu merasa malu atas perubahan yang terjadi pada diriku.
Ingatlah jikala aku memperlihatkanmu pada orang lain saat dirimu lahir karena dulu aku selalu membanggakanmu, merawatmu dengan penuh kasih sayang, maka rawatlah aku seperti aku merawatmu.

Anakku...
Inilah ibumu yang dulu selalu tegar merawat dan membesarkanmu tapi kini aku sudah terjatuh, maka tuntunlah aku seperti aku menuntunmu sampai kamu dewasa sekarang. Buatlah ibumu bangga akan segala prestasimu bukan kesalahanmu karena itulah harapan ibumu.

Dari Ayah Ibumu yang selalu menyayangimu...
Wahai anakku, ketika kau membaca surat ini, mungkin aku telah tua renta...
Mungkin juga aku sudah tiada dan tidak lagi bernyawa...
Aku tidak bisa berkata dan berbuat apa-apa...
Di saat daku tua, dan bukan lagi diriku sendiri...
Maklumilah diriku, bersabarlah menghadapiku...

Di saat aku menumpahkan kuah sayuran di bajuku...
Di saat aku tidak lagi mengingat cara mengikat tali sepatu...
Ingatlah saat saat dimana aku mengajarimu, membimbingmu tuk melakukannya...

Di saat saya dengan pikunnya mengulang terus menerus ucapan yang membosankanmu...
Bersabarlah menghadapiku nak, janganlah memotong ucapanku...
Di masa kecilmu aku harus mengulang cerita hingga ratusan kali sampai engkau terbuai dalam mimpi...

Di saat saya butuh kamu tuk memandikanku, janganlah menyalahkan aku...
Ingatlah di masa kecilmu dimana aku dengan berbagai cara membujukmu tuk mandi...
Di saat aku bingung dengan hal yang baru dan modern, janganlah mentertawaiku nak...
Renungkanlah ketika kamu dengan lugu bertanya kepadaku...
Dan aku dengan bangga menjawab semua pertanyaanmu...

Di saat aku melupakan topik pembicaraan kita, berilah sedikit waktu padaku tuk mengingatnya...
Sebenarnya bukan, topik pembicaraan bukanlah hal yang penting bagiku...
Asalkan kamu berada disisiku untuk mendengarkan aku...
Aku telah bahagia...

Di saat engkau melihatku menua...
Janganlah bersedih...
Dukunglah aku, bagaikan aku terhadapmu...
Ketika engkau belajar tentang arti kehidupan ini...
Dan ketika kau membaca surat ini nak, janganlah menangisi aku...
Apakah kamu masih ingat ?
Bagaimana kita dulu pernah bersama-sama ?
Percaya pada sebuah kata
Bahwa cinta akan menyatukan kita selama-lamanya

Dan hatiku berkata,
Bahwa kita adalah insan pemimpi
Yang berani berkata cinta di bawah sinar matahari
Yang merasa sebagai seorang penyelamat
Memberi kehidupan yang abadi

Selalu menjadi milikku selamanya,
Kataku padamu,
Aku akan memberimu singgasana
Kekal seperti rembulan
Hidup untuk saat ini, nanti dan selamanya

Yah...
Aku masih ingat, setiap kata berbisik
Dan sentuhan kulitmu
Memberi kehidupan seperti sebuah lagu cinta yang pernah aku dengar,
Jari kita saling mengikat,
Lantas desiran darah mengaliri jantungku

Aku masih ingat semua itu
Kala kita pernah sama-sama percaya pada sebuah kata
Bahwa cinta akan menyatukan kita selama-lamanya
Di bening matamu kemarin
Kutemukan sebutir air mata yang kau tahan
Mengeras jadi mutiara
Jatuh ke bibirmu
Tinggal disana sebentar
Menggetar
Kemudian menyusun ke tenggorokan

Mungkin saja
Ia yang sekarang menjelma serak dan sesak
Pada barisan kata perpisahan

Sudah jangan sendu, sayang
Aku ingin pergiku kali ini terdengar merdu
Agar angin malam
Atau hujan
Atau bahkan udara dingin dan kebekuan
Bisa mengingatkanmu kapan-kapan
Tentang kisahku dalam rindu-rindu
Yang haru
Tapi tidak biru

Aku akan tetap menjadi keindahan
Lingga di pagi dan senja
Lagu-lagu yang menyapa kelopak matamu sebelum terik
Dan mengendap-endap sesaat di lelahmu sebelum mimpi
Dalam cobaan yang memaksa diriku untuk berbaring tak berdaya di kamar ini
Kupaksakan diriku untuk menggoreskan tinta ini sebagai ungkapan rasa sayang yang teramat sangat padamu
Berat rasanya jari ini mengayun menuliskan kata demi kata karena rasa ini tak bisa diukur dengar tinta dan berbaris kata-kata

Sayang..
Lama sudah cinta ini
Dan selama itu pula rasa cinta dan sayang ini terhantam badai silih berganti
Bukan.. bukan sayang..
Aku bukanlah seorang pengecut seperti yang kau tuduhkan padaku selama ini
Sungguh..
Mengapa engkau tak mengerti itu

Sayang..
Saat pertama kali kita bertemu Lima Juli tahun lalu silam
Aku telah memutuskan untuk bangkit dari keputusasaan atas ketidak berdayaanku melawan semua derita yang tiada tara. Dan kau pun tahu itu
Bersama kita bangkit meraih sinar rembulan dalam satu ikatan
Karena sesungguhnya sejak hari itulah hati dan jiwaku telah terisi olehmu
Kehadiranmu memberikan semangat baru bagiku, pengobat rasa sakit ku, hingga aku mampu bertahan hidup sampai dengan sekarang ini.

Sayang..
Ku kecup keningmu dengan tetesan air mata ketika kau sakit
Ku coba membelamu dikala kau tak berdaya
Kubelai rambutmu hingga kau terlelap dalam tidurmu
Ku doakan dirimu disetiap shalatku agar engkau bisa kembali pulih seperti sedia kala
Ku ingat dirimu dikala kau jauh
Ku ingat kata-katamu disetiap hela nafasku
Walau kau tak tahu itu

Namun sayang..
Mengapa kau hentikan detak jantungku ?
Mengapa kau gempur aku seolah aku ini seorang penjahat ?
Mengapa kau siksa aku seolah aku ini seorang tawanan perang ?
Tidak ada kah rasa iba itu ?

Sayang..
Terima kasih atas semua kebaikan dan ketulusanmu selama ini
Terima kasih atas kenangan yang telah kau beri
Terima kasih atas kehadiranmu dihatiku hingga akhir hayatku
Karena jauh di dalam lubuk hatiku berkata bahwa engkaulah lelaki terindah yang pernah ada di dalamnya dan do’a kan aku sayang..

Oh Tuhan..
Lindungi dan sayangi dia
Jagalah dia selama aku tak ada disisinya
Bahagiakanlah dia karena dia pantas bahagia

Sayang..
Aku menantimu di pintu surga..

Salam
......
Aku menyerah sudah
Berharap untuk selalu berharap
Di dalam semua irama yang mengalun senyap
Atau pada sebuah kata yang tak berirama
Di jantungmu...

Bagaimana bisa ?
Aku ini tak bermahkota, tak bertahta dan berkasta rendah
Kata mereka ?
Aku sendiri tak faham

Aku hanya tahu bahwa manusia hidup
Lantas mereka mengelompokkan hasil karya Sang Maha ke dalam kasta
Kasta kaya dan kasta miskin
Kasta sehat dan kasta penyakitan
Kasta konglomerat dan kasta melarat
Kasta duda dan kasta perjaka

Aku tak faham bagaimana burung terbang
Mengepak sayap dengan cepat
Lantas kembali lagi untuk berkata
Aku sudah terbang jauh

Aku tak faham bagaimana pohon tumbuh
Dengan akar kuat dan berdaun rindang
Lantas berkata
Aku subur, berbuah ranum

Bukankah kalau melecehkan dan mengelompokkan yang dicipta sama saja melecehkan yang mencipta ?

Entahlah...
Aku hanya tahu bahwa hidup harus dijalani dengan hati yang terbuka
Bukan dengan hati yang menuding
Penuh prasangka dan berbangga diri


Mungkin selama ini kita hanya berfikir bahwa ibu lah yang paling menyayangi kita dibandingi Ayah, tapi tahukah kita, bahwa dibalik sikap tegas dan kerasnya seorang ayah tersimpan makna kasih sayang yang sangat dalam ?

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu lah yang lebih serinng mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan wajah lelah papa selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian ?

Pada saat dirimu masih seorang anak perempuan kecil... Ayah biasanya mengajari putri kecilnya naik sepeda. Dan setelah Ayah menganggapmu bisa, Ayah akan melepaskan roda bantu di sepedamu... Kemudian Ibu bilang : “Jangan dulu Ayah, jangan dilepas dulu roda bantunya”, Ibu takut putri manisnya terjatuh lalu terluka... Tapi sadarkah kamu ? bahwa Ayah dengan yakin akan membiarkanmu, menatapmu, dan menjagamu mengayuh sepeda dengan seksama karena dia tahu putri kecilnya PASTI BISA.

Pada saat kamu menangis merengek meminta boneka atau mainan yang baru, Ibu menatapmu iba. Tetapi Ayah mengatakan dengan tegas : “Boleh, kita beli nanti, tidak sekarang” Tahukah kamu, Ayah melakukan itu karena Ayah tidak ingin kamu menjadi anak yang manja dengan semua tuntutan yang selalu dapat dipenuhi ?

Saat kamu pilek, Ayah yang terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak dengan berkata : “Sudah di bilang ! kamu jangan minum air dingin !”. Berbeda dengan Ibu yang memperhatikan dan menasihatimu dengan lembut. Ketahuilah, saat itu Ayah benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu.

Ketika kamu sudah beranjak remaja... Kamu mulai menuntut pada Ayah untuk dapat izin keluar malam, dan Ayah bersikap tegas dan mengatakan : “Tidak boleh !”. Tahukah kamu, bahwa Ayah melakukan itu untuk menjagamu ? Karena bagi Ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat-sangat luar biasa berharga... Setelah itu kamu marah pada Ayah, dan masuk ke kamar sambil membanting pintu... Dan yang mengetok pintu dan membujukmu agar tidak marah adalah Ibu... Tahukah kamu, bahwa saat itu Ayah memejamkan matanya dan menahan gejolak dalam batinnya, bahwa Ayah sangat ingin mengikuti keinginanmu, tapi lagi-lagi dia HARUS menjagamu.

Ketika saat seorang cowok mulai sering menelponmu, atau bahkan datang ke rumah untuk menemuimu, Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia... Ayah sesekali menguping atau mengintip saat kamu sedang ngobrol berdua di ruang tamu... Sadarkah kamu, kalau hati Ayah merasa ccemburu ?

Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir... Dan setelah perasaan khawatir itu berlarut-larut... Ketika melihat putri kecilnya pulang larut malam hati Ayah akan mengeras dan Ayah memarahimu... Sadarkah kamu, bahwa ini karena hal yang di sangat ditakuti Ayah akan segera datang ? “Bahwa putri kecilnya akan segera pergi meninggalkan Ayah”

Setelah lulus SMA, Ayah akan sedikit memaksamu untuk menjadi seorang Dokter atau Insinyur. Ketahuilah, bahwa seluruh paksaan yang dilakukan Ayah itu semata-mata hanya karena memikirkan masa depanmu nanti... Tapi toh Ayah tetap tersenyum  dan mendukungmu saat pilihanmu tidak sesuai dengan keinginan Ayah

Ketika kamu menjadi dewasa... Dan kamu harus pergi kuliah di kota lain... Ayah harus melepasmu di bandara. Tahukah kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu ?  Ayah hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini-itu, dan menyuruhmu untuk berhati-hati... Padahal Ayah ingin sekali menangis seperti Mama dan memelukmu erat-erat. Yang Ayah lakukan hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya, dan menepuk pundakmu berkata “Jaga dirimu baik-baik ya sayang”. Ayah melakukan itu semua agar kamu KUAT... kuat untuk pergi dan menjadi dewasa.

Disaat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu, orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah. Ayah pasti berusaha keras mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan teman-temannya yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru, dan Ayah tahu ia tidak bisa memberikan yang kamu ingingkan... Kata-kata yang keluar dari mulut Ayah adalah : “Tidak... Tidak bisa !” Padahal dalam batin Ayah, Ia sangat ingin mengatakan “Iya sayang, nanti Ayah belikan untukmu”. Tahukah kamu bahwa pada saat itu Ayah merasa gagal membuat anaknya tersenyum ?

Saatnya kamu diwisuda sebagai seorang sarjana. Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu. Ayah akan tersenyum dengan bangga dan puas melihat “putri/putra kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa, dan telah menjadi seseorang” Sampai saat seorang teman lelakimu datang ke rumah dan meminta izin pada Ayah untuk mengambilmu darinya. Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin... Karena Ayah tahu... Bahwa lelaki itulah yang akan menggantikan posisinya nanti. Dan akhirnya... Saat Ayah melihatmu duduk di panggung pelaminan bersama seseorang lelaki yang dianggapnya pantas menggantikannya, Ayah pun tersenyum bahagia... Apakah kamu mengetahui, di hari yang bahagia itu Ayah pergi kebelakang panggung sebentar, dan menangis ? Ayah menangis karena Ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa... Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata : “Ya Tuhan tugasku telah selesai dengan baik... Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah  menjadi wanita yang cantik... Bahagiakanlah ia bersama suaminya...” Setelah itu Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk... Dengan rambut yang telah dan semakin memutih... Dan badan serta lengan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya... Ayah telah menyelesaikan tugasnya...

Ayah, Papa, Bapak, atau Abah kita... Adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat... Bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis... Dia harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu... Dan dia adalah orang pertama yang selalu yakin bahwa “KAMU BISA” dalam segala hal...
Di tempat ini kamu pernah ada
Merajam rindu
Bongkahannya menampar desir mimpiku...
Yah... disini...

Di tempat ini pernah ku rajut hatimu dengan sayang
Hingga tercipta nada-nada indah dari hati ini untukmu...
Lantas aku pun pergi mengigaui sisa-sisa rindu itu dirimba yanf kelabu.

Aku menyimpan banyak kisah pada waktu
Tanya saja padanya !
Mungkin ia punya jawaban pasti
Kapan aku akan kembali melihat indah senyummu lagi

Goodbye...
Aku sayang kamu hingga waktu tak lagi berputar


     Dulu begitu banyak rencana yang telah kita jalin saat kita bersama. Begitu banyak angan-angan yang terselip di setiap bait perbincangan kita. Namun sekarang...!!! Semua rencana yang terjalin telah menjadi sketsa yang hampir terlupakan. Juga semua angan-angan yang tercipta telah menjadi kenangan kehidupan untukku. Aku sama sekali tak menduga. Semua berlalu dengan begitu cepatnya. Kehadiranmu yang begitu singkat dalam hidupku menjadi diary yang sangat pribadi di hatiku. Kau telah menjadi kenangan. Juga telah menjadi masa laluku. Ya... bagian masa lalu yang mungkin tak bisa di hapus. Dan puing masa lalu yang mungkin tak bisa di lupakan. Karena sampai saat ini ku masih mengharapkan semua angan kita. Aku masih mengharapkan tentang kebersamaan kita. Namun ku hanya bisa berharap tanpa bisa memaksa.Karena semua sudah diatur dalam garis kehidupan kita. Garis kehidupan yang abadi dari Sang Pencipta...!!!
Ibu...
Ini aku anakmu
Perempuan yang dulu membebanimu selama sembilan bulan
Merampas lelapmu pada malam-malam
Ketika aku masih menjadi gumpalan daging bernyawa di rahimmu pun, saat aku pertama kali menghirup nafas di bentang fana ini
Setelah kau bertarung antara hidup mati
Aku hanya mampu memberimu gelisah dan cemas
Tapi letihmu tak pernah ku dengar sebagai nyanyian keluh

Ibu...
Ini aku anakmu
Yang bangga menjadi dewasa dalam asuhanmu
Sebelum kau lepas aku ke tanah rantau dan kini tengah merindukanmu

Aku ingin pulang
Menghitung jumlah kerutan di wajahmu seperti kemarin
Telahkah bertambah ?
Satu garis membuatku mengenang setiap detik dan menit yang kau lalui untuk aku anakmu
Satu garis membuatku takut menyiayiakan waktu atas baktiku

Esok, lusa, atau nanti
Tuhan pasti akan mengambil salah satu dari kita
Aku takut... teramat takut jika waktu itu tiba
Setetes air susumu belum sempat ku balas
Aku takut teramat sangat takut jika hari itu datang
Aku belum sempat mewujudkan mimpimu melihatku memakai toga

Tuhan... jagalah ibuku
Dan terimalah tulus rinduku sebagai jaminan atas doaku..